gravatar

Mendidik Anak Mandiri

Anak itu permata hati bapak simboknya. Apalagi anak yang cuma semata wayang. Maka jadi kebiasaan kalau anak cuma satu atau baru satu, kasih sayang tumplek bleg ke sana. Apa saja permintaan si buah hati dipenuhi. Tukang tambal ban dekat angkringan bahkan pernah ngomong gini, "Ibarate bocah ki njaluk iwak kirik, yo dituruti!". Saya sampai terbatuk batuk karena tertawa mendengar istilah iwak kirik itu.

Tapi betul itulah yang terjadi di kebanyakan keluarga. Yang muda khususnya. Dari kalangan the have, apalagi. Atau yang lama sekali baru bisa jadi anaknya. Anaknya dimimi, disayang sayang, dimanja manja hampir setiap hari. Jadi teringat ketika aku liat tetangga yang setelah dengan sekian upaya baru bisa punya anak, anaknya jatuh, nangis, "aduh anak mahal, ada apa kok nangis?" :D

Lepas dari itu, bisa juga pengalaman masa lalu yang tidak ingin terulang pada anaknya. Biarlah orang tuanya saja yang rekasa. Anak anak biar kepenak nggak seperti bapak mboknya. Hi hi, padahal alasan utamanya karena males, ribet. Lha kan ada pembantu? Lha kan bisa kita kerjakan sendiri? Bahkan sampai ngerjakan pe-er pun. Walah! bahkan sampai belajar malam ujian pun, ibu atau mamanya yang ruibut. Anake asik nonton ufin ifin...

Tapi tidak dengan pak ustadz Ali. Dia selalu menanamkan yang namanya kemadirian kepada anak anaknya. Mulai dari mandi, nyuci. kalau masak nggak!. Ntar kebledosan LPG 3 kilo. Dan itu dimulai diterapkan dari anaknya kelas 1 esde. Terbukti bahwa anaknya yang paling gede, kelas 2 esempe, meski bapaknya ustadz, kaya lagi, tetapi berjualan es lilin keliling kampung setiap pulang sekolah. Biar ajar dagang, alasan ustadz Ali.

Suatu pagi di hari libur angkringan nasional, mas Peyek dan pak guru Sabri bertamu ke rumah ustadz Ali. Berteman ketela rebus dan kopi,  mereka bertiga, terlibat dalam perbincangan yang hangat akrab dan bersahabat. Kadang saling tunjuk, terlihat bekenengan, tapi tiba tiba lepas tawa yang renyah.

"Resepnya gini!", jawab ustadz Ali ketika mas Peyek menanyakan bagaimana bisa putra putra ustadz Ali ini terlihat sangat mandiri dan  tidak manja, "Anak harus kita latih mengerjakan apa apa yang mampu mereka kerjakan, sesuai usia mereka. Misalnya nyuci baju, suruh mereka nyuci sendiri dan lain lain".
"Lha tapi kan nggak bersih?", pak guru Sabri gantian nanya.
"Ya nggak apa apa. Namanya juga latihan. kan bisa kita cuci ulang", jelas pak ustadz Ali. Pak guru Sabri manggut manggut.
"Mindhon gaweni pak ustadz?", mas Peyek ngeyel
"Lha daripada mereka nanti sudah besar, mereka nggak bisa nyuci sendiri?"

Dari samping rumah di mana sumur pak ustadz berada, terdengar srak srok srek seperti ada yang sedang mencuci sesuatu.
"Itu Siti yang baru kelas 1 esde. Tadi saya ajari nyuci baju", pak ustadz Ali mencoba berbangga.
"Wah, mbesok Cenol mau saya ajari mandiin kambing ah, biar latihan!", mas Peyek bergumam seperti pada dirinya sendiri.
"Bagus itu", tambah pak guru Sabri.

"Pak kalau nyuci bukan baju, sabunnya pakai yang mana?", teriak Siti tiba tiba. Maklum dekat sumur ada 3 jenis deterjen. Bubuk, colek dan cair.

"Lha yang kamu cuci itu apa, ndhuk?", tanya pak ustadz Ali menegaskan.

"Laptop pak", teriak Siti lagi.

gravatar

sabune sak karepmu. jolali sisan diperes, nduk...

gravatar

Memang mas anak harz di ajar kan
bagaiman dia haruz mandiri atau
bertanggung jawb atas dirinya
sendiri..tpi kok lapto di cuci wah
gawat jga tuh..hehehe
Met siang n met beraktifitas

gravatar

wah pinternya kelas 1 SD udah bisa nyuci laptop, yang udah Profesor aja g bisa.... :P

gravatar

hehehe jadi senyum dikulum ni ^_^

gravatar

Wah agak sulit nih saya mau berkomentar karena saya sendiri masih terhitung anak2. Belum menikah maksudnya.. hahaha..

tapi mungkin link berikut bisa menjadi sebuah inspirasi bagi GadoeDjaga tentang pendidikan si buah hati..

http://teguhcp.blogspot.com/2010/08/encouragement.html

Best Regards,
Tito's Weblog

gravatar

Sedari kecil mulai diajarkan dengan memiliki kamar sendiri.

gravatar

Kalau saya amati, anak yang dari kecil sudah memiliki tempat tidur sendiri atau memisah dengan orang tuanya, berbeda tabiatnya dengan anak yang tidurnya masih bareng dengan orang tua atau saudara-saudaranya.

gravatar

hihi....ada istilah "anak mahal".

Memberikan segala kemudahan bagi anak ga selalu berdampak baik. Anak jadi ga tau bagaimana perlunya berjuang untuk mendapatkan sesuatu. Bagus banget kalau sedari kecil anak udah diajarin mandiri.

( Tapi jangan sampai laptopnya dicuci lagi :D )

gravatar

huahahaha... sabun colek limaratus perak kok dinggo nggrosok laptop jutaan qe3 bravo kemandirian plus Bapake terkapar nangis nggero-nggero qe3

gravatar

hueeheeee lain kali jgn terlalu 'mandiri' yo nduk, laptop bapak jadi korban...he3..well, jangankan anak semata wayang, anak sy yg pertama aja manjanya mnta amfuun krn jarakny dg adiknya terlalu lama..jd ya pinter2nya kt sbg ortu u mendidik anak jd mandiri sesuai kapasitas mrk, ga usah trlalu dipaksa...okay, tnx dah share....success 4 u...!

gravatar

setuju Om, kemandirian harus diterapkan sedini mungkin tapi harus dengan arahan dan pengawasan yang signifikan. jangan kayak Siti yang rajine poL kebabLasan. hehehe...

gravatar

ho ho ho ,assalamu 'laikum pakdehhh.....mantabs terus nih postinganya....sang master geto loohhh...

Sepakat pakdeh, jadi mandiri sejak dini itu perlu ditanamkan,agar supaya <<<gaya pejabat, yang budaya MM <<bukan S2 lho, Malesan sama Malingan menimpa anak-anak kita, hue hue termasuk saya nih gara-gara gagal mandiri masih Males nulis dan masih sering Maling konten

gravatar

ngajarin mandiri buat pakde agak susah karena anak pakde anak semata wayang, yang itupun bertahun tahun baru punya momongan sehingga perasaan tidak tega , kalo agak keras dengan dia

gravatar

"Nice artikel, inspiring ditunggu artikel - artikel selanjutnya, sukses
selalu, Tuhan memberkati anda, Trim's :)"

Dengan sangat lagi hormat, mohon nggak naruh link di komen anda.. kesannya nyepam gitu... makasih. :D

Postingan Populer